Kebiri Bukan Solusi, Terapkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual

Kamis, 21 Oktober 2015. Presiden Joko Widodo menyetujui usulan pemberatan hukuman dalam bentuk kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dalam rapat kabinet terbatas yang diselenggarakan pada hari Rabu, 20 Oktober 2015, kemarin. Saat ini, berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual pada anak-anak adalah minimal lima (5) tahun dan maksimal lima belas (15) tahun penjara.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh, menyatakan bahwa dalam rapat terbatas tersebut KPAI juga mengusulkan penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk pemberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual yang diapresiasi dan didukung oleh Presiden Jokowi. Selain itu, Presiden juga menyepakati sejumlah langkah tegas untuk mencegah kekerasan seksual, antara lain dengan memperketat pemblokiran situs pornografi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan memasifkan pendidikan pranikah oleh Kementerian Agama.

SEPERLIMA menyatakan kebiri bukanlah solusi untuk mengurangi maraknya kekerasan seksual. Kebiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menghilangkan kelenjar testis pada laki-laki atau memotong ovarium pada perempuan. Kebiri menghilangkan fungsi reproduksi seksual dan bukan menghilangkan hasrat seksual seseorang sehingga tidak ada jaminan bagi pelaku yang dikebiri berhenti melakukan tindak kekerasan seksual. Padahal perlu dipahami juga bahwa definisi kekerasan seksual tidak hanya disebabkan oleh penetrasi melalui alat kelamin, sehingga kebiri sekali lagi bukanlah solusi yang tepat.

SEPERLIMA mendorong agar pemerintah melakukan kajian secara komprehensif dari berbagai macam aspek terhadap wacana hukuman kebiri untuk memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan belum adanya studi yang mengungkapkan bahwa hukuman kebiri efektif memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Terlebih dengan penegakan hukum yang belum optimal, penerapan hukuman kebiri adalah bentuk pemidanaan yang tidak dapat ditarik kembali jika terjadi salah tangkap. Hal ini secara lebih lanjut akan berimplikasi pada ketidakadilan hukum. SEPERLIMA mendorong agar pemerintah memberikan hukuman penjara maksimal 15 tahun kepada pelaku sesuai dengan Undang Undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan kembali mengkaji Undang Undang yang terkait kasus Kekerasan Seksual untuk memberikan hukuman paling maksimal sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

SEPERLIMA mendorong agar pemerintah melakukan pengangan kasus kekerasan seksual secara komprehensif mulai dari pencegahan hingga penanganan yang dilakukan melalui SIARAN PERS proses hukum. Pencegahan yang secara khusus kami maksud sebagai usulan dalam hal ini adalah pemberlakuan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual sejak dini. Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas FISIP Universitas Indonesia, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif, terbukti dapat memberikan kemampuan bagi anak dan remaja untuk memahami otoritas tubuhnya, mengenali tindak kekerasan seksual dan mengajarkan prinsip anti kekerasan sehingga anak dan remaja dapat terhindar dari bahaya kekerasan seksual. Selain itu pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas ini juga memberikan kemampuan untuk mengendalikan dorongan seksual, memberikan informasi seputar kesehatan reproduksi kepada sesama teman sebaya, serta mencegah anak dan remaja melakukan hubungan seksual beresiko.

SEPERLIMA menuntut pemerintah untuk tidak hanya fokus di pemidanaan sebagai solusi dari masih maraknya kekerasan seksual namun perlu penerapan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) yang komprehensif di sekolah untuk mencegah maraknya kekerasan seksual yang menimpa anak dan remaja. Berdasarkan hal di atas, SEPERLIMA menuntut komitmen pemerintah dalam mendukung terlaksananya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah lewat produk hukum yang mewajibkan sekolah-sekolah di Indonesia memberikan pendidikan tersebut. Saat ini SEPERLIMA juga sedang melakukan Uji Materi terhadap Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai upaya untuk memastikan adanya jaminan hukum untuk penyelenggaraan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *