Capaian-Capaian Kunci dalam Perayaan Hari Perempuan Internasional 2020

Oleh: Sabina Puspita, Jakarta, 12 Maret 2020

Kajian Gender dan Seksualitas FISIP UI tahun ini aktif bekerja sama dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan dan masyarakat sipil dalam aliansi GERAK Perempuan (singkatan dari Gerakan Anti-Kekerasan terhadap Perempuan). Selain mensosialisasikan isu-isu penting yang perempuan Indonesia masih hadapi, GERAK Perempuan juga mengkoordinasikan beragam kegiatan yang masing-masing organisasi anggotanya selenggarakan untuk merayakan Hari Perempuan Internasional 2020 (IWD)  dengan makna dan agenda yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Tulisan ini membahas tiga capaian kunci dalam IWD.

  • Pembentukan Aliansi dan Agenda Gerakan yang Interseksional

Perwakilan Puskagenseks menghadiri rapat perdana konsolidasi persiapan menuju IWD pada tanggal 24 Januari 2020. Rapat diadakan di sebuah ruang kecil lantai dua kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Ruang berisikan puluhan orang yang terdiri dari (beberapa) pemuda, (banyak sekali) pemudi dan (tidak kalah banyak) perempuan dewasa dari sekitar 65 organisasi mahasiswa, akar rumput, dan buruh di Jakarta, Tangerang, Pamulang, Karawang, Purwakarta, Bekasi, Bogor, dan Bandung.

Setiap tahun menjelang IWD, rapat konsolidasi pasti diadakan. Namun, keunggulan dari tahun ini terletak pada persiapannya yang lebih lama, dan hal-hal yang dibicarakan pun lebih substantif atau mendalam, melampaui hal-hal teknis seperti strategi memobilisasi aksi IWD pada tanggal 8 Maret.[i] Dari isu-isu yang menjadi perhatian gerakan #NamaBaikKampus dan #ReformasiDikorupsi, hingga yang teraktual seperti RUU Omnibus Law dan RUU Ketahanan Keluarga, peserta rapat mengkonsolidasi suara mereka sebagai sebuah aliansi atau gerakan koalisi besar yang “Melawan Kekerasan Sistematis terhadap Perempuan.”[ii]

Terkait dengan kekerasan sistematis, banyak sekali organisasi mahasiswa organik—yang belum tentu terdaftar sebagai organisasi ekstra kurikuler kampus—hadir pula di rapat tersebut. Mereka tergabung dalam Jaringan Muda Setara. Karena tidak adanya mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang jelas, pro-korban, dan transparan di kampus-kampus mereka,[iii] fokus organisasi-organisasi yang tergabung dalam jaringan ini adalah pada pemantauan dan pencegahan kasus-kasus kekerasan seksual di kampus, termasuk penguatan korban dan pendampingnya.

Terlebih dari itu, IWD kali ini bersejarah karena Nining Elitos menjabat sebagai Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Baru kali ini konfederasi buruh sebesar KASBI dipimpin oleh seorang perempuan. Kehadiran seorang perempuan sebagai pemimpin serikat-serikat buruh, memproyeksikan jumlah dan komposisi peserta aksi IWD kali ini yang sangat besar dan beragam atau interseksional (lintas kelas, agama, suku, dan identitas gender).

  • Penguatan Solidaritas dan Pertukaran Pengetahuan Antar-Anggota Aliansi

Untuk mengisi agenda aliansi yang disepakati—melawan kekerasan sistematis terhadap perempuan—Puskagenseks pada tanggal 3 Maret mengadakan acara diskusi “Seks, Pacaran, dan Perkawinan: Campur Tangan Negara dalam Seksualitas.” Beberapa perwakilan dari aliansi GERAK Perempuan seperti Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Lingkar Studi Feminis, Indonesia Feminis, Perempuan Agora, Perempuan Mahardhika, dan Aliansi Satu Visi turut hadir.

Pembicara Talk Show (kiri ke kanan: Reni Kartikawati, Diana Pakasi, Sabina Puspita, Nadira Chairani)
Sumber: Dokumentasi Puskagenseks 2020

Khususnya, Puskagenseks berkoordinasi dengan Aliansi Satu Visi dalam segmen diskusi dan nonton bareng film Vessel (Kapal Penyelamat). Koordinasi ini menghadirkan Profesor Meiwita Budiharsana, Yanose Syahni, dan Shafira Jelita sebagai narasumber kunci diskusi film. Paparan mereka memicu tanya-jawab dari peserta lain soal kesulitan akses perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi, aborsi aman, dan pendidikan seks komprehensif di Indonesia.

Akses mahasiswa terhadap layanan pengaduan kekerasan seksual di kampus belum dibicarakan dalam acara ini. Minimnya diskusi terbuka terkait seks dan tingginya tingkat keberagaman praktik pacaran dan perkawinan di tengah masyarakat muda Indonesia, bisa jadi adalah penyebab minimnya pengetahuan mahasiswa dan orang dewasa Indonesia tentang perilaku dan penanganan kekerasan seksual. Campur tangan negara dalam relasi atau urusan privat warga, dan cuci tangan lembaga atau negara yang berwenang dari urusan perlindungan korban kekerasan seksual, adalah sebuah fenomena yang harus dikritisi lebih dalam.

Maka, dalam segmen talk show sebelum segmen nobar, Nadira Chairani melalui analisis pemantauan media dan lapangan risetnya,  menunjukkan bagaimana remaja Indonesia memahami dan menjalankan hubungan pacaran mereka sangat beragam, dan terlalu kompleks untuk dibahasakan dengan satu terminologi saja. Diana Pakasi, dengan menggunakan beberapa contoh kasus risetnya, menunjukkan bagaimana usaha dan campur tangan negara dalam mengelompokkan apa yang tergolong perkawinan sah itu sangat tidak mencerminkan kenyataan atau praktik-praktik perkawinan masyarakat Indonesia. Menurut analisis Sabina Puspita, hal-hal yang dipaparkan oleh Nadira dan Diana menunjukkan bahwa perkembangan seksualitas remaja dan khususnya perempuan itu bukan sebuah proses yang alami, tapi proses pertarungan ide dan nilai antara negara dan warganya.

  • Penindaklanjutan Kasus Pelecehan Seksual yang Responsif  dan Reflektif

Dalam acara puncak IWD pada aksi turun ke jalan pada tanggal 8 Maret, GERAK Perempuan mendapatkan banyak laporan pelecehan seksual dari peserta aksi. Berbagai pemberitaan di media juga menggaris bawahi ironi dari aksi IWD GERAK Perempuan. Bahwa dalam sebuah kegiatan aksi yang diselenggarakan oleh 60 lebih organisasi perempuan dan buruh, banyak peserta aksi–perempuan, transpuan, dan laki-laki berekspresi feminin–mengalami intimidasi verbal dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh sesama peserta aksi dan juga aparat keamanan. [iv]

Peserta march IWD 2020, Jakarta
Sumber: Dokumentasi Sabina 2020

Patut diapresiasi, sehari setelah aksi berlangsung, KASBI sebagai anggota aliansi GERAK Perempuan langsung mengeluarkan pernyataan permohonan maaf secara publik atas pelecehan seksual yang dilakukan oleh anggota serikatnya. Respon cepat tanggap serupa tidak banyak dilakukan oleh organisasi lain ketika terjadi dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh anggota organisasi. Hingga saat penulisan artikel ini, GERAK Perempuan masih membuka layanan aduan dan melakukan pendataan lengkap bentuk-bentuk pelecehan yang terjadi.

Resolusi yang dicapai oleh GERAK Perempuan, secara garis besar, meliputi dua hal. Pertama, KASBI mengadakan penyelidikan internal terkait pengidentifikasian pelaku pelecehan tersebut. Kedua, GERAK Perempuan mengakui kekurangannya dalam: 1) menguatkan solidaritas serta pertukaran pengetahuan antara organisasi anggota buruh dan non-buruh; dan 2) mengantisipasi permasalahan keamanan dan strategi pencegahannya saat aksi.

Penutup

Tradisi merayakan IWD sudah dilakukan sejak 8 Maret 1911.[v] Barisan kelompok-kelompok perempuan di Paris, Boston, New York, dan kota-kota kerajaan Austro-Hungaria berdemonstrasi untuk memperoleh, baik hak mereka sebagai buruh, maupun hak suara politik sebagai warga negara untuk mencegah Perang Dunia I. Seruan aksi turun ke jalanan mereka ditujukan untuk meningkatkan kesadaran orang tentang hal-hal yang sudah dan belum dicapai oleh perempuan—lintas kelas, suku, agama, identitas gender dan seksualitas—dalam struktur masyarakat yang cenderung mengekang kebebasan dan kesempatan perempuan.

Kesalahan dan tantangan yang dihadapi oleh aliansi GERAK Perempuan pada saat dan setelah aksi 8 Maret, terutama kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam konteks IWD, merupakan pukulan terberat bagi GERAK Perempuan. Namun, kejadian-kejadian ini membuktikan bahwa menghentikan kekerasan sistematis terhadap perempuan membutuhkan perlawanan yang lebih besar.

“Bebaskan Tahanan Politik Perempuan Papua”
Sumber: Dokumentasi Sabina 2020

[i] Korespondensi antara Penulis dan Sekjen Perempuan Mahardhika, Ika (7 Maret 2020).

[ii] Tema besar yang diusung oleh penyelenggara IWD di tingkat internasional adalah “Semua untuk Kesetaraan” atau Each for Equal.[ii] 

[iii] Wawancara antara Penulis dan Ketua salah satu organisasi anggota Jaringan Muda Setara.

[iv] Korespondensi antara Penulis dan Narahubung tim penyusun kertas sikap, Lini Zurlia (12 Maret 2020)

[v] Kaplan, Temma. “On the Socialist Origins of International Women’s Day.” Off Our Backs 21, no. 3 (1991): 27-36.